Senin, 28 Februari 2011

BUDIDAYA JAMUR

BUDI DAYA JAMUR SEBAGAI USAHA SAMBILAN YG MENJANJIKAN
Oleh : Agus Prayitno
Unit Kerja : UPTD Pengembangan Produktivitas Daerah
Disnakertrans Prov. kaltim


Ketahanan pangan tidak lepas dan sangat erat kaitannya dengan masalah pangan, kelaparan, gizi, kesehatan, kemiskinan, kebodohan, dan akhirnya kualitas sumber daya manusia Indonesia. Oleh karena itu ketahanan pangan akan tergantung pada 3 unsur utama yaitu kesediaan pangan dengan jumlah dan kualitas yang memadai, perolehan pangan di seluruh tempat daerah dan wilayah serta pemanfaatan pangan agar dapat hidup dengan sehat melalui kualitas dan gizi pangan. Upaya - upaya Pemerintah dalam lingkup ketahanan pangan telah dimulai sejak tahun 1950-an melalui Panitia Perbaikan Makanan Rakyat sampai dengan adanya Inpres 20/1979 tentang program diversifikasi pangan dan gizi serta UU No.7 tahun 1996 tentang Pangan. Selain itu gambaran tentang ketahanan pangan di Indonesia saat ini dapat diperoleh sebagaimana diucapkan oleh bapak Presiden SBY ketika memberikan sambutan pada Ulang Tahun CIDES ke-15 di Jakarta tanggal 25 Januari 2008 yang lalu yang mengakui bahwa “Indonesia belum memiliki ketahanan pangan yang cukup untuk memenuhi sebagian besar kebutuhan dasar masyarakat.”
Jamur sudah dikenal sebagai bahan pangan manusia sejak dahulu kala, ratusan tahun bahkan ribuan tahun sebelum Masehi. Jamur dinilai memiliki cita rasa yang eksotik dan bahnkan dinilai sebagai makanan yang mewah serta hidangan untuk raja-raja dan orang kaya.
Sesungguhnya pada jaman kolonial Belanda dan jaman pendudukan Jepang di Indonesia. telah dimulia rintisan budidaya yang tercatat pada tahun 1937 dan 1942 untuk Jamur Merang
Baru pada awal tahun 1970-an budidaya jamur secara komersial dimulia di Indonesia yang antara lain dengan adanya industry Jamur Kancing di Dieng, Jamur Merang di Purwakarta, serta Jamur Kuping di Yogya dan pertumbuhan budidaya Jamur Tiram di beberapa tempat.
Hingga kini bentuk usaha budidaya jamur dapat terbagi menjadi dua. Pertama, yang berciri industri dengan produksi utama untuk tujuan ekspor, didukung pembudidaya sebagai plasma. Ke dua, yang bersifat usaha kelompok perorangan atau keluarga yang tumbuh secara tersebar maupun terkelompok dengan ciri 100% sebagai sandaran hidup sampai pada yang merupakan usaha sampingan. Dari tahun ke tahun produksi dapat meningkat selaras dengan peningkatan konsumen jamur. Oleh karena itu sudah waktunya komoditi jamur ini dapat diangkat untuk menjadi komoditas Nasional dengan beberapa alasan sebagai berikut,
a. Jamur dapat dibudidayakan dimana saja sejauh memiliki kondisi yang dapat membuatnya tumbuh.
b. Teknologi untuk budidaya dapat dilakukan melalui cara yang paling sederhana sampai pada penerapan teknologi yang kompleks dan mahal.
c. Jamur memiliki nilai nutrisi yang tinggi sehingga memiliki kontribusi yang tinggi untuk kebutuhan nutrisi manusia.
d. Jamur disamping sebagai bahan pangan yang menyehatkan juga memiliki kemampuan sebagai obat.
e. Jamur tumbuh pada sebaian besar limbah-limbah pertanian, limbah pabrik dan limbah perkebunan.
f. Budidaya jamur termasuk kegiatan yang padat karya sehingga dapat menumbuhkan lapangan kerja.
g. Budidaya jamur memiliki nilai ekonomi yang “lumayan baik” dibandingkan dengan kegiatan agrobisnis lainnya.


Namun demikian beberapa permasalahan yang mencakup hampir mencakup seluruh aspek tahapan pembudidayaan masih harus dihadapi oleh para pembudidaya baik yang sudah lama maupun pemula. Permasalahan dapat dimulai atau terdapat pada aspek penyediaan bibit, teknologi budidaya, manajemen budidaya, sampai pada pasca panen, pemasaran dan akses terhadap dana sampai dengan masuknya komoditi jamur dari negara tetangga.
Di negara-negara miskin dan berkembang lain budidaya jamur sudah dijadikan sebagai salah satu program pemerintah untuk pengentasan kemiskinan. Dalam pelaksanaannya, dukungan ataupun bantuan kepada para pembudidaya diperoleh dari pemerintah, dari perguruan tinggi atau lembaga terkait lainnya, juga dari badan-badan PBB atau LSM dan individu dari negara tertentu. Gambaran tentang program-program seperti ini dapat dilihat dari pekembangan budidaya jamur di Negara-negara seperti Ghana, Burundi, Tanzania, Lesotho, serta Negara-negara miskin di Afrika dan Negara-negara seperti Bangladesh bahkan India. Sedangkan gambaran-gambaran di Negara-negara yang lebih maju dapat pula dilihat pada Negara-negara seperti halnya Australia, Irlandia, Belgia, Korea, Jepang, bahkan yang termaju adalah Kanada dan China.
APJI adalah Asosiasi Pembudidaya Jamur Indonesia yang baru dibentuk pada bulan Agustus 2006 yang lalu yang pembentukannya diprakarsai oleh beberapa pembudidaya jamur di wilayah Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Organisasi in merupakan padanan dari Mushroom Growers Association yang di sebagian besar Negara-negara yang memproduksi jamur seperti halnya Australia (Australian Mushroom Growers Association - AMGA), Canada (CMA), Irlandia, Russia, Kenya, Ghana, Jepang, dan lain sebagainya. Sebagai Asosiasi maka diharapkan APJI dapat mengenal dan memahami segala permasalahan yang dihadapi oleh para pembudidaya dan usaha budidaya jamur. Untuk itu APJI perlu lebih diberdayakan agar dapat melaksanakan kegiatan sesuai Visi dan Misi yang telah dirumuskan serta dapat membantu pemerintah dalam program peningkatan ketahanan pangan nasional.
Sebagai penutup, dengan memahami kondisi ketahanan pangan Indonesia masa kini dan bila dikaitkan dengan aspek-aspek dalam pembudidayaan jamur maka dapat diyakini bahwa budidaya jamur bukan saja merupakan salah satu upaya untuk peningkatan ketahanan pangan dan gizi tetapi juga merupakan salah satu usaha pemberdayaan masyarakat yang pada akhirnya akan ikut menentukan kualitas sumber daya manusia Indonesia.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar